Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang bijak adalah orang yang mempersiapkan dirinya dengan beramal untuk bekalan selepas matinya. Manakala orang yang tidak bijak adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan kemudian mengharap pertolongan Allah." (HR Tirmidzi)

Minggu, 18 Agustus 2013

Dirgahayu RI 68

17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2013. Sudah 68 tahun negara kita, Indonesia, merdeka. Dengan usia 68 tahun tersebut, kita sebagai warga negara yang baik, ada hal-hal yang perlu dipikirkan dan direnungkan.


Berikut saya publikasikan postingan facebook yang saya buat kemarin (17-08-2013) ...


Bertanya seorang anak kepada ayahnya, "yah, menurut ayah apa arti peringatan HUT kemerdekaan RI yang ke-68 ini?"

Dijawab oleh ayahnya, "setiap tanggal 17 agustus kita bangsa Indonesia selalu memperingati hari proklamasi kemerdekaan Indonesia, agar tidak lupa dengan sejarah perjuangan bangsa. sesungguhnya momen ini jangan hanya dijadikan sebagai hari mengingat sejarah saja, lebih daripada itu jadikanlah momen peringatan hari kemerdekaan negara kita ini sebagai SPIRIT untuk ikut berjuang dalam konteks kekinian."

"Apa-apa saja itu yah yang perlu diperjuangkan saat ini?" si anak bertanya kembali.

"ooh..banyak sekali nak.. memang negara kita ini sudah merdeka, tetapi sejatinya masih terjajah dan menyimpan begitu banyak persoalan, beberapa persoalan itu di antaranya, hutang yang bertumpuk, kemiskinan, ketimpangan sosial, pembangunan yang tidak merata, KKN, kapitalisme asing, liberalisme, pemikiran yang terjajah, agama yang hanya dijadikan sebagai ritual rutin, kehidupan masyarakat cenderung bebas yang semakin jauh dari nilai-nilai agama dan kearifan lokal, dan masih banyak yang lainnya.

persoalan2 itulah yang menjadi tantangan untuk kita selesaikan dan perjuangkan sebagai generasi penerus bangsa. ingat nak, nasib bangsa dan negara ke depannya ada di tangan kalian para pemuda. untuk itu, jangan sia-siakan masa muda dengan perkara yang tak bermanfaat, hura-hura, ngumpul tak jelas, banyak bermainnya, dsb. perlahan demi perlahan itulah yang akan merusak masa depan kalian kelak.

tugas kalian adalah belajar dengan baik, agar menjadi anak yang berguna bagi agama, bangsa dan negara", jawaban sang ayah.

"baiklah yah, terima kasih atas penjelasannya. mendengar penjelasan ayah tadi, saya jadi makin bersemangat untuk belajar dan buat prestasi sebanyak mungkin."

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA yang ke-68.
Jadilah bangsa yang mandiri, bangkit dari keterpurukan, dan jayalah selalu...

Selasa, 30 Juli 2013

Cerita setelah Tarawehan

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Sahabat pembaca yang saya cintai karena Allah.
Mari kita berbagi cerita dan inspirasi.


Tadi selepas tarawihan di masjid dekat rumah, alhamdulillah bisa ikut tadarusan lagi. Kemudian yang lebih penting, saya ikut nimbrung nih ngobrol bareng orang tua dan pengurus masjid di situ.. Sudah lama gak ikut karena kuliah, jadi agak kikuk.. Hehe..

Berkesan, banyak problem dan ide yang dapat saya simak dari obrolan tersebut, setidaknya ada 3 hal yang benar-benar jadi perhatian saya pribadi.

1. kurangnya semangat anak-anak muda buat bergabung jadi remaja masjid, setiap kali dibentuk, ndak lama pasti menghilang.

2. kurangnya persatuan antar pengurus-pengurus masjid di Ngabang disebabkan tidak adanya forum koordinasi.

3. banyak umat yang belum paham mengenai fardhu kifayah.

Dibalik itu semua, para orang tua khususnya pengurus masjid, sesungguhnya mereka sangat berharap sekali kepada kita2 ini, para anak muda mau aktif dan semangat mendalami Islam, karena proses regenerasi itu pasti, dan kita2 lah yang bakal menggantikan mereka nantinya.

Hm.. ngobrol sama orang tua itu asyik, banyak hal yang dapat diambil dan pelajari untuk bekal kita menyongsong hari tua kelak. ^^

So, buat sahabat sekalian, jangan sungkan atau menutup diri ya dari orang tua...

Minggu, 30 Juni 2013

Indonesia Butuh Pemimpin Bermoral dan Pro-Rakyat

Oleh : MUHAMAD SADIKIN (Prodi IP Pontianak)

Indonesia merupakan Negara yang demokratis. Ini diakui tidak saja oleh rakyat Indonesia, tapi juga di mata dunia. Indikator utama dari perwujudan Negara yang demokratis ialah adanya keterlibatan atau partisipasi rakyat Indonesia secara langsung di dalam pemerintahan. Bentuk partisipasi rakyat diwujudkan dalam keikutsertaannya pada saat Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Partisipasi tersebut dalam bentuk suara atau dukungan untuk memilih pemimpin yang akan menjadi representatif atau wakil rakyat dalam pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan memperjuangkan hak-hak dasar rakyat. Namun partisipasi rakyat tidak hanya sampai di situ saja (saat Pemilu dan Pilkada), setelah pelaksanaan Pemilu dan Pilkada rakyat masih diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi di dalam pelaksanaan pemerintahan termasuk ikut mempengaruhi penentuan kebijakan publik. Di dalam sistem Negara yang demokratis semua itu telah diatur. Karena pada dasarnya demokratis ialah pemerintahan yang berasal dari rakyat, seperti yang dikemukakan oleh Abraham Lincoln bahwa demokratis itu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga tujuan dari pelaksanaan sistem demokrasi di dalam suatu Negara semata-mata untuk mewujudkan kesejahteraan sosial (social welfare). 

Dengan adanya sistem demokrasi di suatu Negara melalui Pemilu dan Pilkada nya dapat melahirkan lebih banyak pemimpin publik yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dengan adanya penerapan sistem pemilihan yang melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung, membawa dampak yang cukup positif bagi pembangunan baik di level nasional maupun daerah. Secara nasional kita dapat melihat bahwa prestasi pembangunan dan perekonomian Indonesia sejak lahirnya era reformasi mengalami peningkatan. Mengapa dalam tulisan ini yang menjadi tolak ukurnya adalah sejak era reformasi? Di sini bukan berarti sebelum era reformasi pembangunan dan perekonomian Indonesia itu tidak baik. Tetapi jika kita flashback ingatan kita sesaat sebelum reformasi lahir, ketika itu Indonesia sedang mengalami krisis multidimensi, tidak hanya krisis ekonomi, moneter, dan kepemimpinan, juga krisis yang melingkupi seluruh aspek kehidupan masyarakat. 

Krisis dan segala persoalan bangsa yang pernah dialami Indonesia dan Negara lainnya, tidak dapat kita pungkiri bahwa pengaruh utamanya adalah karena seorang pemimpin. Pasca reformasi itulah secara perlahan Negara Indonesia kembali berbenah dengan menentukan dan menerapkan sistem yang baik dan benar, sistem yang berpihak kepada rakyat. Alhasil, Indonesia mengalami perkembangan pembangunan dan kemajuan perekonomian yang cukup signifikan dengan menunjukkan kenaikan angka yang positif, angka kemiskinan menurun dan tingkat pengangguran semakin kecil. Ini menunjukkan sebuah prestasi yang baik yang dicapai dengan adanya reformasi dan sistem demokrasi di Negara Indonesia.


Cita-cita negara yang sejahtera sangat erat kaitannya dengan peran dari seorang pemimpin untuk mewujudkannya. Terlepas dari sumber daya manusia sebagai pendukung utama, peran pemimpin memiliki posisi yang sangat urgen karena di sini segala kebijakan dan program yang berhubungan dengan rakyat yang menjadi penentu atau pengambil dan pembuat keputusan datangnya dari pemimpin. Oleh karenanya pemimpin memiliki tanggung jawab untuk mengambil keputusan terhadap kebijakan dan program yang berpihak kepada rakyat. Dari sini terlihat bahwa posisi pemimpin publik tidak hanya sebagai pemimpin sebuah organisasi pemerintahan melainkan juga sebagai pemimpin bagi rakyat atau orang banyak. Terhadap posisi inilah seharusnya seorang pemimpin memiliki kesadaran yang tinggi bahwa ia memiliki tanggung jawab dan amanah yang besar bagi jabatan yang dimilikinya serta mau menjaga dengan baik amanah tersebut, sehingga imbasnya segala kebijakan maupun program yang dibuat benar-benar berpihak kepada rakyat, bukan kebijakan dan program dibuat untuk kepentingan pribadi atau kelompok-nya dan kepentingan pencitraan. 

Dalam organisasi publik atau pemerintahan, posisi pemimpin memiliki peran yang besar sebagai penghubung antara organisasi yang dipimpinnya dengan masyarakat yang merasakan langung dampak dari kebijakan dan program yang dibuat serta sikap dan perilaku dari seorang pemimpin. Dalam hal ini pemimpin memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan suatu kebijakan dan program, terhadap citra dan kinerja organisasi, dan terhadap citra dan kinerja pemimpin itu sendiri. Sebagaimana yang diutarakan oleh Sudriamunawar (dalam Harbani Pasolong:2010), pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerjasama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Kemudian dilanjutkan oleh Rivai (2004) menyatakan pemimpin adalah anggota dari suatu kumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat bertindak sesuai kedudukannya. Dari dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedudukan seorang pemimpin sangat penting bagi kinerja suatu organisasi karena ia mempunyai pengaruh yang besar untuk menjalankan organisasinya. Sehingga menjadi persoalan atau masalah apabila pemimpin dalam menjalankan perannya tidak bertanggung jawab dan tidak amanah. Karena sesungguhnya peran pemimpin tidak saja sebagai penentu kebijakan tapi lebih daripada itu ia sebagai contoh dan tauladan bagi orang yang dipimpinnya. 

Namun apabila kita cermati dengan baik selama perjalanan dan perkembangan sistem demokrasi itu sendiri, pemimpin-pemimpin yang ada di Indonesia ini cukup banyak yang tidak amanah dan tidak bertanggung jawab terhadap kedudukan yang ia miliki. Sejarah mencatat bahwa semenjak tahun 2004 sampai Februari 2013 sudah ada 291 kepala daerah, baik gubernur/bupati/walikota yang terjerat kasus korupsi. Tidak hanya kepala daerah, anggota legislatif pun ikut terjerat korupsi, di DPRD kabupaten/kota tercatat sebanyak 431 orang dan DPRD Provinsi 2.545 orang, jumlah itu 6,1 persen dari total 18.275 anggota DPRD se-Indonesia (Rakyat Merdeka Online, 14 Februari 2013). Data tersebut baru di level daerah, sedangkan di level nasional banyak pula pemimpin yang terjerat kasus korupsi, baik itu anggota DPR-RI, Pejabat Kementerian, bahkan Menteri pun ada yang ikut terjerat. Oleh karenanya kita tidak dapat menutup mata dan telinga melihat dan mendengar realita bahwa negeri kita tercinta ini, Indonesia sedang mengalami krisis kepemimpinan. Dibalik prestasi yang dicapai secara nasional, ternyata Indonesia mengalami krisis pemimpin yang amanah, bertanggung jawab dan pro-rakyat. 

Selain krisis kepemimpinan, dikatakan oleh Jusuf Kalla dalam Konferensi Guru Besar Indonesia IV, bahwa Indonesia juga sedang mengalami proses penurunan (degradation) dalam segala bidang seperti antara lain dalam kualitas, moral, disiplin, etos kerja dan cinta Tanah Air. Dari berbagai macam degradasi, degradasi yang sangat menyakitkan adalah bahwa kita tidak lagi cinta Tanah Air. sebagian besar pertambangan di Indonesia, terutama di Papua (90%) dikelola dan diambil hasilnya oleh pihak asing. Di Batam, tanah dan di pulau-pulau kecil lainnya di perairan kawasan Utara dan Timur Laut Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, dikeruk, diambil dan dijual kepada Singapura (dengan harga sangat tak berarti) untuk reklamasi. Beribu-ribu meter kubik balok kayu dari kawasan perbatasan Kalbar, Kaltim, Riau dan Papua yang masing-masing masuk ke kawasan tetangga, dikirim ke negara asing lewat kapal. Kemudian dilanjutkan oleh Amien Rais bahwa Indonesia akan sulit mencapai Negara yang sejahtera (welfare state) dikarenakan Indonesia sudah lama masuk di dalam cengkeraman kekuasaan korporatokrasi Internasional. Kekuasaan asing yang menyebabkan bangsa Indonesia terhimpit oleh ketergantungan Internasional yang parah (Alqadrie, dalam Ptk. Post, 20/12-2012:1). 

Dari berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia baik dari krisis kepemimpinan sampai kepada persoalan Indonesia yang sudah masuk dalam cengkeraman kekuasaan asing, menurut hemat penulis akar dari persoalan itu semua adalah ada pada seorang pemimpin, karena pemimpin lah yang memiliki kekuasaan tertinggi di dalam pengambilan suatu keputusan dan kebijakan. Pemimpin yang baik dan amanah sudah tentu ia akan memihak kepada rakyat. Namun persoalan di negeri ini, banyak pemimpin yang tidak amanah dan tidak pro terhadap rakyat. Sehingga dari persoalan ini muncul pertanyaan, lalu seperti apa pemimpin yang ideal bagi negeri ini? 

Menanggapi masalah kepemimpinan yang ideal, sudah banyak teori yang berbicara masalah tersebut. Salah satunya menurut Kouzes dan Posner (1995) mengemukakan lima dasar kepemimpinan teladan: (1) challenge the process (menantang proses); (2) inspire a shared vision (menginspirasi dan visioner); (3) enable others to act (dapat menggerakkan orang lain); (4) model the way (menjadi contoh); dan (5) encourage the heart (dapat memberi semangat). Dari sekian banyak teori yang telah diungkapkan, kemudian disesuaikan dengan pemimpin-pemimpin yang ada, ternyata pemimpin yang tersandung masalah atau masuk dalam kategori pemimpin yang tidak amanah dan tidak bertanggung jawab adalah pemimpin yang tidak bermoral dan tidak beretika. Oleh karenanya negeri kita ini sangat membutuhkan pemimpin yang bermoral dan pro terhadap rakyat. Karena pemimpin-pemimpin yang tersandung masalah seperti korupsi, pelecehan seksual, dan lain sebagainya sesungguhnya adalah pemimpin tak bermoral dan tak beretika.


Melihat banyak kasus yang menjerat para pemimpin di negeri ini, rakyat Indonesia dituntut harus cerdas dan selektif di dalam menentukan pilihannya, jangan sampai salah pilih pemimpin. Pemimpin yang baik tentunya memiliki track record yang baik pula. Dan tidak salah jika rakyat ikut mempertimbangkan aspek spiritual dari seorang pemimpin, karena aspek spiritual ini erat kaitannya dengan pembentukan moral seseorang. Tapi realitanya justru bertentangan, bahwa sekalipun pemimpin itu baik agamanya, justru melakukan tindakan yang tak mencerminkan moral dan etika yang baik. Persoalan ini sejatinya bukan mengurangi peran penting agama itu sendiri di dalam pembentukan sikap moral dan etika seseorang. Namun ketika seorang pemimpin melalaikan ketaatannya terhadap apa yang diperintahkan dan dilarang oleh agamanya, terbuai oleh nafsu duniawi dan menyepelekan keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa, saat itulah ia akan menjadi orang tidak bermoral. Ia tidak mampu mempertahankan ketaatannya tersebut atau sering kita kenal dengan tidak istiqomah. Istiqomah memiliki arti sifat yang teguh pendirian, punya komitmen dan konsisten. 

Kita semua tentunya sangat menginginkan pemimpin yang bermoral dan beretika, karena pemimpin yang demikian sudah barang tentu ia akan memihak kepada rakyat, segala kebijakan dan program yang dibuat semata-mata ditujukan untuk mensejahterakan rakyat sehingga terbentuklah negara yang sejahtera (welfare state) seperti yang kita impikan. Untuk membentuk pemimpin yang bermoral tersebut, sejatinya tidak cukup hanya dari aspek ke-istiqomah-an nya saja, ia juga perlu aspek muamalah dan hikmah. Mualah ialah kemampuan sosial, ia akan mengutamakan kepentingan rakyat dan tidak akan egois, sehingga ketika pemimpin tersebut akan membuat sebuah kebijakan atau program, ia akan menghimpun rakyat, menerima masukan, kritik dan saran, dan mempertimbangkan dengan matang apa yang akan ia putuskan. Sedangkan hikmah ialah mengambil pelajaran dari perspektif yang berbeda, ia tidak mau mengikuti lingkungan yang salah karena ia tetap menjunjung tinggi nilai atau aturan yang berlaku (kejujuran). Ketiga aspek inilah (istiqomah, muamalah dan hikmah) ketika seseorang dapat menjalankannya maka ia dapat digolongkan ke dalam orang yang bermoral dan beretika. 

Melalui tulisan ini penulis menyatakan bahwa Negara Indonesia yang sudah menjadi negara yang demokratis ini harus tetap dipertahankan. Segala persoalan yang muncul selama perkembangannya, bukanlah disebabkan pada persoalan sistem demokrasi itu, tetapi lebih disebabkan pada pengelolaannya yang tidak baik dan adanya pemimpin yang tidak amanah dan tidak bertanggung jawab karena tidak memiliki sikap yang bermoral dan beretika. Oleh karenanya pemimpin-pemimpin yang seperti itulah yang harus diganti dan jangan dipilih ketika pemilihan umum dilaksanakan. Sehingga ke depannya kita semua berharap dengan adanya pemimpin yang bermoral dan pro-rakyat, Indonesia dapat menjadi negara yang sejahtera (welfare state) dan bebas korupsi.

Minggu, 09 Juni 2013

Crosswords Puzzle, Sebuah Titipan

Berikut saya akan bercerita tentang buku yang saya beli ketika IB.

“Crosswords Puzzle” adalah sebuah buku yang berisikan puzzle kosong untuk diisi dengan kosakata bahasa inggris, puzzle tersebut mirip dengan TTS (Teka-Teki Silang) yang biasa kita isi. Bedanya Crosswords Puzzle ini pernyataan yang diberikan menggunakan bahasa Indonesia namun kotak kosong harus kita isi dengan menggunakan kata bahasa Inggris.

Crosswords Puzzle ini akan membantu siapa saja yang ingin belajar dan menambah perbendaharaan kosakata dalam bahasa Inggris dengan cara mengasyikkan. Mengasyikkan karena rasa penasaran yang dimunculkan dari kotak-kotak kosong di antara beberapa huruf serta beberapa kata yang sudah terpecahkan membuat aktivitas mengisi Crosswords Puzzle ini semakin seru. Praktis, karena bisa dikerjakan di mana saja dan kapan saja. Bermanfaat, karena sebagai salah satu bentuk permainan kata, mereka yang ‘bermain’ crosswords tanpa disadari sedang belajar bahasa, khususnya untuk memperluas dan memantapkan perbendaharaan kosakata yang dimiliki.

Gambar buku Crosswords Puzzle
Mengapa saya menulis tentang buku ini? Karena buku inilah yang saya beli kemarin (Sabtu, 8 Juni 2013) di toko buku Gramedia Mall Ayani Pontianak ketika pelaksanaan IB (Izin Bermalam). Waktu siang hari hingga menjelang maghrib saya habiskan bersama teman saya Kristianus di toko tersebut untuk sekadar membaca dan menjelajahi buku-buku yang menarik. Cukup banyak buku yang membuat saya tertarik untuk dibeli. Namun karena kantong sedang kering (kanker), hasrat saya itupun harus tertunda..hehe.. Pada akhirnya saya hanya membeli 3 buah buku yaitu Crosswords Puzzle, Meraba Indonesia dan Mutiara Pilihan Kitab Al-Hikam.

Gambar buku Meraba Indonesia
Buku “Meraba Indonesia” adalah buku yang bercerita tentang gambaran seluruh wilayah yang ada di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Cerita di dalam buku “Meraba Indonesia” merupakan kisah nyata yang dialami oleh dua sekawan yang mengadakan petualangan untuk menjelajah bumi Indonesia dengan menggunakan sebuah sepeda motor. Di dalam perjalanan itu, bagaimana mereka melihat dan merasakan berbagai kehidupan di setiap daerah Indonesia. Hasil perjalanan mereka dari Sabang sampai Merauke inilah mereka tuangkan dalam buku “Meraba Indonesia”. Sehingga saya sarankan apabila teman-teman sekalian ingin mengenal Indonesia lebih jauh maka buku ini bisa dijadikan salah satu referensi.





Gambar buku Mutiara Pilihan Kitab Al-Hikam
Selanjutnya tentang buku “Mutiara Pilihan Kitab Al-Hikam”, buku yang berukuran kecil ini menghidangkan mutiara-mutiara hikmah yang berasal dari kitab Al-Hikam (kitab klasik yang sangat fenomenal). Kitab Al-Hikam merupakan karya Ibnu Athaillah As-Sakandary (w.709H/1309M) memuat banyak sekali mutiara hikmah. Namun di buku kecil ini berisi 33 mutiara pilihan dari kitab tersebut dengan olahan penjelasan yang sangat ringan, simple dan membumi. Kita pun dengan mudah menjumput mutiara kebijaksanaan tersebut. Buku ini dapat menjadi pijar untuk menerangi jalan kita dari riak tabir kehidupan fana ini untuk lebih mengenal Sang Yang Mahakuasa.

Oke..sekarang kita kembali ke cerita tentang buku Crosswords Puzzle. Ini berkaitan dengan judul tulisan di atas. Saya buat judul "Crosswords Puzzle, Sebuah Titipan". Yaa…buku ini memang sebuah titipan dalam artian bukan milik saya. Ceritanya buku ini saya beli untuk adik saya (Muhamad Wahyudi) di Ngabang. Kalau tidak karena buku titipan ini, mungkin pada hari Sabtu itu saya tidak akan ke toko buku dan lebih memilih untuk stay di asrama karena banyak sekali tugas yang menunggu untuk minta dikerjakan. Tapi itu bukan problem, sebagai abang yang baik wajib hukumnya untuk membahagiakan adik-adiknya. :)

Rabu, 29 Mei 2013

Menjadi Pemimpin yang Dekat di Hati

Banyak orang yang jago, ahli dan menguasai bidang kerjanya, mengeluh “suara”-nya tidak didengar atau bahkan kehadirannya disepelekan oleh rekan kerja lainnya.

Seorang karyawan, Ani, dengan nada frustrasi mengeluh, “Soal pengalaman dan hasil pekerjaan, saya lebih baik. Namun, rekan saya yang hasil kerjanya tidak hebat-hebat amat, lebih didengar. Dengan situasi ini, kecil kemungkinan saya bisa dipromosikan jadi manager.”

Lain lagi Ari, yang bekerja di perusahaan konsultan global terkenal. Proyek-proyeknya sangat penting. Dan, karena kesuksesannya, ia sering diminta menjadi pembicara di berbagai seminar. “Tapi, mengapa ya, saya punya ‘feeling’ bahwa orang tidak mengerti apa yang saya terangkan dan tidak mem-'buy in' apa yang saya anjurkan?”

Bila kita amati, memang banyak sekali masalah "pengaruh" di sekitar kita. Otoritas, pengangkatan seseorang menjadi direktur, manajer, ataupun pejabat sekalipun, tidak menjamin ia bisa diterima, disayang, di-“buy in” atau juga dikenang oleh orang di sekitarnya. Kita bisa patuh tanpa "suka" pada pemimpin kita.

Masyarakat memang bebas membeli simpati pada tokoh yang dipilihnya. Kita melihat banyak upaya pejabat untuk mengembangkan pencitraan dan kedekatan dengan rakyatnya. Kadang, semakin besar upayanya, malah semakin buruk pencitraannya. Setiap ungkapan, foto, bahkan pesan twitter-nya dikomentari negatif oleh masyarakat.

Sebaliknya, beberapa waktu lalu, kita melihat bagaimana orang berbondong-bondong, mengantarkan Ustadz Jeffrey ke tempat peristirahatan terakhirnya. Dari berbagai penjuru lokasi, orang-orang datang untuk menyembahyangkan jenazahnya, mengingat-ingat kebaikannya. Seolah-olah tidak seorang pun punya keinginan untuk cepat-cepat menghilangkan kenangan almarhum dari benak dan kehidupannya. Bahkan kerendahan hatinya, keinginan beliau untuk tidak menonjol pun, malah menjadi "signature voice"-nya. Terasa benar ia “dekat”, disayang, dan “hadir” di hati masyarakat. Hampir-hampir, tidak ada satu media pun yang menyebut-nyebut hal negatif mengenai Uje. Apa yang sudah dilakukan almarhum? Mengapa ia begitu dekat di hati?

Kita tahu tidak sedikit orang memoles “tongkrongan” untuk meningkatkan pengaruh. Namun, sebaliknya, kita melihat tokoh yang tidak punya "tongkrongan", seperti contohnya Ibu Teresa, bisa memimpin barisan relawan yang jumlahnya beribu-ribu orang, disayang, direspek, diikuti, sama berpengaruhnya seperti wanita besi, Margareth Thatcher.

Apa yang membuat pemimpin mempunyai keberadaan kuat seperti ini? Apa yang membuat pengikut jatuh cinta pada pemimpinnya? Apa yang membuat bawahan mengagumi dan percaya pada apa yang dinyatakan pemimpinnya?

Pendapat bahwa karakter yang merupakan "bawaan" kepribadian, sangat menentukan pengaruh, tidak selalu benar, karena orang yang pendiam, kecil tidak keren pun terkadang bisa berpengaruh. Berarti benar, some things need to be believed to be seen, kata orang.

“Earned authority”
Dari beberapa contoh, kita bisa belajar bahwa otoritas pengikut atau masyarakat seringkali diperoleh seorang pemimpin setelah ia membuktikan “harga”-nya di depan mata-kepala pengikutnya, bukan karena cerita atau kata-kata. Banyak orang mengatakan bahwa pemimpin harus menjadi model, contoh bagi pengikutnya. Namun, seringkali hal itu pun masih tidak cukup.

Kita bisa melihat bahwa pamor yang dipancarkan seorang pemimpin benar-benar datang dari tingkah lakunya. Bila individu betul-betul serius ingin mengembangkan kedekatan dan pengaruhnya, ia mesti terlihat menciptakan hal-hal yang baik, bahkan perlu membuktikan kemampuannya menghadapi situasi-situasi sulit, berkonflik, dan mendesak.

Melalui situasi seperti itulah orang bisa menyaksikan obsesi, standar, dan fokus kita sebagai pemimpin. Melalui situasi sehari-harilah orang mengetahui bagaimana kita meng-approach orang lain, berbicara secara tulus dan jujur, dan bagaimana kita menyalurkan emosi kita secara positif.

Kita tentu pernah mendengar cerita Bung Karno yang rutin mengunjungi rumah-rumah pegawai istana dan menyomot tempe goreng masakan dari dapur rumah pegawai. Bila kita telaah, sebetulnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan kita “hadir” untuk tim.

Kepala pabrik, bisa melakukan briefing harian di lapangan dan kemudian berkeliling pabrik untuk menegur dan menyapa bawahan. Kepala sekolah, kadang perlu berdiri di gerbang masuk, memberi salam pagi pada setiap murid. CEO pun bisa memilih untuk tidak berada di ruangan terpisah, makan siang di kantin, bisa disapa dan didatangi siapa saja.

Semua tingkah laku ini adalah contoh bagaimana orang bisa memancarkan pamornya yang didasari ketulusan, nilai-nilai yang jelas, dan keyakinan diri. Tidak ada kekhawatiran bahwa kedekatan membuat anak buah “kurang ajar”. Tidak ditemui juga niat untuk “jaga image”.

Bisa kita bayangkan, bagaimana reaksi para follower bila pemimpin seperti ini mengajak untuk melakukan sesuatu. Otoritas tidak penting di sini, otoritas seolah sudah mengalir dalam diri pemimpinnya.

Hadir “apa adanya”
Membaur dengan bawahan atau rakyat, bukan berarti kita benar-benar "menyamakan" diri. Sebagai leader, kita mempunyai kewajiban memberi arah. Namun, dari pengalaman menghadapi satu situasi bersama, bawahan akan merekatkan perasaannya pada leader-nya. Itu sebabnya, mau tidak mau, pemimpin perlu berhati-hati dalam tindakannya.

Pemimpin perlu memiliki ketajaman persepsi dan kesiapan ekstra. Kesalahan atau masalah, perlu ditangani dengan bijaksana, tidak diulang. Bahkan, orang lain perlu menyaksikan bahwa kita sebagai pemimpin memiliki jiwa pembelajar dan berguru pada pengalaman. Walau kita tahu bahwa pemimpin perlu mempunyai visi dan pandangan jauh ke depan, orientasi "here and now"-nya tetap harus kuat.

Keberadaan pemimpin sangat berpengaruh pada spirit anak buah, untuk itu ia perlu hadir dalam proses “being in the zone”. Jadi, seorang pemimpin tidak bisa membiarkan dirinya tidak tahu apa-apa, apalagi mengatakan bahwa saat kesalahan terjadi, ia kebetulan tidak hadir di situ.

Tindakan seperti ini bukan sekadar menandakan tidak bertanggung jawabnya seorang pemimpin, tapi juga ketidakmampuannya untuk berlaku sebagai pemimpin. Pemimpin perlu bertindak apa adanya, merasa comfortable dengan dirinya, sehingga membiarkan dirinya terekspresikan apa adanya. Kita perlu ingat, kehadiran bukan suatu respons melainkan suatu pancaran yang dirasakan orang lain, secara kontinyu. Bukan sekali-sekali.

*(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)
From: http://female.kompas.com/read/2013/05/29/09351066/Menjadi.Pemimpin.yang.Dekat.di.Hati?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kanawp
 

© 2009Life is Choice | by TNB